I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan
konsentrasi larutan yang telah dibuat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Larutan
Larutan merupakan fase yang setiap hari ada disekitar kita. Suatu sistem homogen
yang mengandung dua atau lebih zat yang masing-masing komponennya tidak bisa
dibedakan secara fisik disebut larutan, sedangkan suatu sistem yang heterogen
disebut campuran. Suatu
larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas dua atau lebih zat. Suatu
larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut
homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya
bagian-bagian yang berlainan. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan
tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah
(Keenan, 1984).
Larutan dilihat berdasarkan keadaan fasa setelah
bercampur ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang
membentuk satu fasa yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara
satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contoh larutan homogen yaitu gula
dan alkohol dalam air. Sedang campuran heterogen adalah campuran yang
mengandung dua fasa atau lebih, contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999).
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif
komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi pada umumnya
dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh
beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per
million). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan
encer (berkonsentrasi
rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung
dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen
murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antar pelarut dengan zat
terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarutnya sama-sama polar, akan
terbentuk suatu struktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini
memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil bila
komponen zat terlarut ditambahkan tidak akan dapat larut lagi (Oktoby, 2001).
Pour point adalah
suhu terendah yang dinyatakan sebagai kelipatan 5oF dimana minyak yang diamati mengalir apabila
minyak didinginkan dan diperiksa pada kondisi tertentu. Poir point yang tinggi akan mengakibatkan mesin sulit
dinyalakan pada suhu rendah. Pour
point ester minyak jarak yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada
spesifikasi yang diperbolehkan. Rendahnya nilai pour point ini menunjukkan
bahwa produk ester minyak jarak dapat digunakan pada daerah yang sangat dingin
(Kusumaningsih dkk, 2006).
B. Jenis-jenis larutan
Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut dan
zat terlarut, yang dapat dipertukarkan tergantung jumlahnya. Pelarut merupakan
komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak, sedangkan komponen
minornya merupakan zat terlarut. Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau
lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur.
Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya, karena itu campuran gas
adalah larutan
Jenis-jenis larutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a)
Gas dalam gas –
seluruh campuran gas
b)
Gas dalam cairan –
oksigen dalam air
c)
Cairan dalam cairan –
alkohol dalam air
d)
Padatan dalam cairan –
gula dalam air
f)
Cairan dalam padatan –
Hg dalam perak
g)
Padatan dalam padatan
– alloys (Keenan, 1984).
Pengenceran bisa menurunkan harga konsentrasi
larutan. Hal itu yang menjadi dasar pembuatan larutan di laboratorium
seringnya. Dalam rumus pengenceran pun dapat dilihat bahwa penambahan air atau
zat pelarut akan menurunkan konsentrasi larutan. Rumusnya: V1.M1
= V2.M2 jika V1 adalah volume betadine pekat
dan M1 adalah konsentrasi betadine pekat. Kemudian
ditambahkan pelarut untuk proses pengenceran sehingga V2 (volume
encer) maka M2 sebagai konsentrasi pengenceran yang memiliki
konsentrasi lebih kecil dari pada konsentrasi sebelumnya. Jadi intinya
pengenceran dapat menurunkan harga (Oktoby, 2001).
Endapan
adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai
kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu,
dan pada komposisi pelarutnya (Lesdantina, 2009).
Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan
beberapa cara, seperti persen berat (w/w), persen volume (v/v), molaritas (M),
molalitas (m), bagian per sejuta (ppm), fraksi mol (x) dan normalitas (N).
a. Persen berat (w/w)
Persen berat menyatakan banyaknya gram zat
terlarut dalam 100 gram larutan. Perhitungannya:
%(w/w) = Massa Komponen / Massa Campuran x
100%
b. Persen Volume (v/v)
Persen volume menyatakan mL zat terlarut dalam 100
mL larutan. Perhitungannya:
%(v/v) = Volume Komponen / Volume Campuran
x 100%
c. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut
dalam 1 kg pelarut. Perhitungannya:
M = Massa Zat x 100% : Mr x V
d. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan banyaknya mol zat terlarut
dalam 1 kg pelarut. Perhitungannya:
m = Massa Zat Terlarut x 1000 : Mr x p (Keenan,1989).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah: gelas piala, gelas ukur 100 mL, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok
10 mL, labu takar 50 mL dan
100mL buret.
B. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah : asam klorida pekat, larutan natrium
hidroksida 0,1M pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1M, indikator
metil merah, indikator phenophtalein, indikator metil orange, aquades.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam
Klorida
1. Larutan
asam klorida pekat diambil 4,15 mL dengan menggunakan gelas ukur yang
telah ditimbang dan pipet tetes. Lakukan dalam lemari asam.
2. Labu
takar 50 mL yang kosong ditimbang,catat beratnya. Isi labu takar
tersebut dengan sekitar 20-25 mL akuades.
3. Asam
klorida pekat yang telah diambil tadi dimasukkan ke dalam labu takar dengan perlahan-lahan. Lakukan dalam lemari asam.
4. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas
(perhatikan, meniskus yang diamati adalah meniskus bawah). Tutup labu takar dan lakukan
pengocokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu takar yang telah berisi
larutan. Larutan yang telah dibuat dalam tahap ini disebut sebagai larutan A. Tutup
labu takar dan lakukan pengocokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu
takar yang telah berisi larutan.
6. Larutan
asam klorida yang telah dibuat (larutan A) dipindahkan 10 mL ke dalam labu takar 50 mL yang baru dengan menggunakan pipet
ukur dan pipet gondok.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut
hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut larutan B.
B.
Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
Titrasi dengan indikator Metil Merah
1.
Buret
dibilas dengan akuades,
kemudian bilas kembali dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
2.
Buret
diisi dengan larutan natrium
hidroksida.
3.
Volume
awal dicatat larutan natrium
hidroksida dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4.
Larutan
asam klorida encer (larutan B) dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok
atau pipet ukur.
5.
Indikator
metil merah ditambahkan ke
dalam larutan tersebut.
6.
Larutan
dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan
natrium hidroksida di dalam buret hingga terjadi perubahan warna begitu terjadi
perubahan warna yang konstan, hentikan titrasi.
7.
Volume
akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret dibaca. Hitung volume natrium hidroksida yang
diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir natrium
hidroksida dalam buret.
8.
Titrasi diulang sebanyak 2 kali.
Titrasi dengan indikator phenophtalein
1.
Prosedur
dilakukan kembali dengan titrasi
terhadap 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dengan larutan NaOH 0,1
M, namun dengan menggunakan indikator phenophtalein.
2.
Dibandingkan
hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan menggunakan indikator metil merah
dan dengan menggunakan indikator phenaphtalein sebagai indikator.
C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1.
0,4
gram butiran natrium hidroksida ditimbang menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2.
Natrium
hidroksida dipindahkan dari gelas
arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat.
3.
Diaduk
dengan pengaduk kaca hingga seluruh natrium hidroksida larut sempurna.
4.
Larutan
dari gelas beker dipindahkan ke dalam labu
takar 50 mL.
5.
Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu
takar. Tutup labu takar kemudian kocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh
pada tahap ini disebut sebagai larutan C.
6.
Larutan
C dipindahkan sebanyak 25 mL ke
dalam labu takar 100 mL yang baru dengan menggunakan pipet gondok yang
sesuai.
7.
Akuades
ditambahkan hingga tanda
batas. Kocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
D.
Penentuian Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai Titran
1.
Buret dibilas dengan akuades sebelum
digunakan, kemudian bilas kembali
dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2.
Buret
diisi dengan larutan HCl 0,1
M.
3.
Volume
awal larutan HCl 0,1 M dicatat dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4.
NaOH
encer (larutan D) dipindahkan
10 mL ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5.
Indikator
metil merah ditambahkan 2-3
tetes ke dalam larutan tersebut.
6.
larutan
dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan
HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna begitu terjadi perubahan warna yang konstan,
hentikan titrasi.
7.
Dibaca
volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret. Hitung volume asam klorida
yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam
klorida dalam buret.
8.
Titrasi
diulangi sebanyak 2
kali.
Titrasi HCl 0,1 M dengan larutan NaOH sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian bilas kembali dengan larutan NaOH yang telah dibuat (larutan D).
2. Buret diisi dengan larutan NaOH encer (larutan D).
3. larutan HCl 0,1 M dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam erlenmeyer dengan
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes ke dalam larutan tersebut.
5. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di dalam buret hingga terjadi perubahan
warna begitu terjadi perubahan warna yang konstan, hentikan titrasi.
6. Volume NaOH yang diperlukan dihitung untuk mentitrasi larutan HCl.
7. Titrasi diulang sebanyak 2 kali.
8. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran, dan larutan NaOH
encer sebagai titran.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl (Larutan
Asam Klorida)
No.
|
Langkah Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Diambil larutan asam klorida
pekat
|
4,15 mL
|
dengan
menggunakan alat ukur
|
||
2.
|
Diisi
labu takar dengan aquades
|
20-25 mL
|
3.
|
Dimasukkan
secara perlahan-lahan asam
|
|
klorida
pekat ke dalam labu takar
|
||
4.
|
Ditambahkan
aquades ke dalam labu takar
|
|
hingga
tanda batas
|
||
5.
|
Ditutup
labu takar dan dikocok hingga
|
|
larutan
homogeny
|
||
6.
|
Dicatat
volume larutan A
|
50 mL
|
7.
|
Dipindahkan
larutan A dengan menggunakan
|
|
pipet
gondok atau pipet tetes
|
||
8.
|
Diukur
ke dalam labu takar 50 mL
|
|
yang
baru
|
||
9.
|
Ditambahkan
aquades ke dalam labu takar
|
|
hingga
tanda batas
|
||
10.
|
Dicatat
larutan setelah diencerkan
|
50 mL
|
(larutan
B)
|
II. Penentuan Konsentrasai Larutan HCl melalui titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
No.
|
Langkah
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Diambil 10 mL larutan HCl
0,1 M
|
Berwarna merah
|
2.
|
Dimasukkan ke dalam
elenmeyer
|
|
dengan menggunakan pipet
gondok
|
||
atau pipet ukur
|
||
3.
|
Ditambahkan 2-3 tetes indicator
|
Berwarna kuning
|
metil merah dan dititrasi
larutan NaOH
|
||
4.
|
Dicatat pembacaan volume
akhir
|
V1 NaOH =
2,8 mL
|
V2 NaOH =
3,2 mL
|
||
V1 HCl =
10 mL
|
||
V2 HCl =
10 mL
|
||
5.
|
Rata-rata Volume NaOH
|
(2,8 + 3,2) : 2 = 3 mL
|
Rata-rata Volume HCl
|
(10 + 10) : 2 = 10 mL
|
b. Titrasi dengan Indikator Fenolftalien
No.
|
Langkah Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Diambil 10 mL larutan HCl
0,1 M
|
Berwarna kuning
|
2.
|
Dimasukkan ke dalam
elenmeyer
|
|
dengan menggunakan pipet
gondok
|
||
atau pipet ukur
|
||
3.
|
Ditambahkan 2-3 tetes
indikator
|
Berwarna merah
muda
|
phenopthalein dan dititrasi
larutan
|
||
dalam elenmeyer dengan
ditetesi
|
||
larutan NaOH
|
||
4.
|
Dicatat pembacaan volume
akhir
|
V1
HCl = 10 mL
|
V2
HCl = 10 mL
|
||
V1
NaOH = 3,2 mL
|
||
V2
NaOH = 3,6 mL
|
||
5.
|
Rata-rata volume HCl
|
(10 + 10) : 2 =
10 mL
|
Rata-rata volume NaOH
|
(3,2 + 3,6) : 2
= 3,4 mL
|
III. Pembuatan Larutan NaOH
No.
|
Langkah
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Butiran NaOH ditimbang
|
0,4
gram
|
2
|
Dipindah ke dalam gelas
beker berisi aquades
|
20-25
mL
|
aduk hingga larut
|
||
3
|
Dipindah ke dalam labu takar
50 mL ditambah
|
V
= 50 mL
|
aquades
|
||
Mr NaOH
|
40
gram/mol
|
|
(Larutan C)
|
||
4
|
Dipindah larutan C ke dalam
labu takar 50 mL
|
V
= 10 mL
|
yang baru
|
||
5
|
Ditambah dengan aquades
|
V
= 50 mL
|
(Larutan D)
|
IV. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH melalui Titrasi.
a. Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran
No.
|
Langkah
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Buret dibilas dengan aquades
dan HCl,
|
Berwarna
bening
|
lalu diisi dengan larutan
HCl
|
||
2.
|
Pindah NaOH ke dalam
elenmeyer
|
10
mL
|
3.
|
Larutan NaOH dalam elenmeyer
ditambahkan
|
Berwarna
kuning
|
2 tetes indikator metil
merah
|
||
Perubahan warna pada titrasi
I
|
Berwarna
merah muda
|
|
Volume pada titrasi I
|
4,6
mL
|
|
4.
|
Perubahan warna pada titrasi
II
|
Berwarna
merah muda
|
Volume pada titrasi II
|
4,6
mL
|
|
5.
|
Rata-rata volume HCl
|
(4,6+4,6)
: 2 = 4,6 mL
|
Rata-rata volume NaOH
|
(10+10)
: 2 = 10 mL
|
b. Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai Titran
No.
|
Langkah
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
|
Buret
dibilas dengan aquades dan
|
|
NaOH,
lalu diisi dengan laruta NaOH
|
||
2.
|
Pindah
NaOH ke dalam elenmeyer
|
10
mL
|
3.
|
Larutan
NaOH dalam elenmeyer
|
Berwarna
merah muda
|
ditambahkan
2 tetes indikator metil merah
|
||
Perubahan
warna pada titrasi I
|
Berwarna
kuning
|
|
Volume
pada titrasi I
|
V
= 20,4 mL
|
|
4.
|
Perubahan
warna pada titrasi II
|
Berwarna
kuning
|
Volume
pada titrasi II
|
V
= 17,9 mL
|
|
5.
|
Volume
NaOH
|
(20,4
+ 17,9) : 2 = 19,15 mL
|
Volume
HCl
|
(10 10) : 2 = 10 mL
|
2. Perhitungan
·
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui : Massa jenis HCl = 1,19 kg/mL = 1190 gram/L
Persen berat HCl = 37 % (b/b)
Massa 1 L larutan pekat HCl = 1190
gr/L x 1 L =1190 gram
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat
= 37 % x 1190 = 440,3g
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol

[HCl] pekat = 440,3 gram/36,5 gram.mol-1 = 12,0630mol/L 1 L
·
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer
(Larutan A dan B)
1.
Melalui
Perhitungan Pengenceran
a.
Konsentrasi Larutan A
Diketahui
: Volume HCl pekat = 4,15 mL
MHCl
= 12,0630
VA = 50 mL
Ditanya :
MolaritasA = ….?

Jawab
: MA . VA = MHCl . VHCl
MA . 50 =
12,0630 . 4,15
MA = 1,00 M
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui
: MA = 1,00 M
VA
yang diencerkan = 20 mL
VB = 100 mL
Ditanya : MB = …..?
Jawab : MA . VA = MB . VB
(1,00 . 20) = MB . 100

MB =
= 0,2 M
2. Melalui
Titrasi
a.
Dengan indikator metil merah
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10
mL
VNaOH = 3 mL
Ditanya : MHCl = …..?
Jawab : MHCl . VHCl . n = MNaOH
. VNaOH . n
X .10
mL .1 = 0,1 . 3
10X = 0,3
MHCl = 0,03 M
b. Dengan indikator fenophtalein
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10 mL
VNaOH =
3,4 mL
Ditanya : MHCl = …..?
Jawab : MHCl . VHCl
. n = MNaOH . VNaOH . n
X .10 mL . 1 = 0,1 . 3,4. 1
10X = 0,34
MHCl = 0,034 M
·
Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a.
Konsentrasi Larutan C
Diketahui :
massa NaOH = 0,4 gram
Volume NaOH = 50 mL = 0,05 L
Mr NaOH
= 40 gr/mol

Jawab : n =

= = 0,01 mol
MNaOH = n/v
= 0,01/0,05 L
= 0,2
M
b.
Konsentrasi Larutan D
Diketahui : MC = 0,2 M
VC
= 25 mL
VD = 100 mL
Ditanya : MD = …..?
Jawab : MC . VC
= MD . VD
0,2. 25 =
MD . 100
5 = 100 MD

100
2. Melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : VNaOH = 10 mL = 0,01 L
VHCl = 4,6 mL =0,0046 L
NHCl =0,1 N
Ditanyakan : MNaOH ?
Jawab : NHCl.VHCl = MNaOH.VNaOH
0,1.0,0046 = MNaOH.0,01 L
MNaOH = 0,046 M
b. Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : VNaOH = 19,15 mL = 0,01915 L
VHC l = 10 mL = 0,01 L
NHCl = 0,1 N
Ditanyakan : MNaOH ?
Jawab : NHCl.VHCl = MNaOH.VNaOH
0,1.0,01L = MNaOH.0,01915
MNaOH = 0,0522 M
a. Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : VNaOH = 10 mL = 0,01 L
VHCl = 4,6 mL =0,0046 L
NHCl =0,1 N
Ditanyakan : MNaOH ?
Jawab : NHCl.VHCl = MNaOH.VNaOH
0,1.0,0046 = MNaOH.0,01 L
MNaOH = 0,046 M
b. Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : VNaOH = 19,15 mL = 0,01915 L
VHC l = 10 mL = 0,01 L
NHCl = 0,1 N
Ditanyakan : MNaOH ?
Jawab : NHCl.VHCl = MNaOH.VNaOH
0,1.0,01L = MNaOH.0,01915
MNaOH = 0,0522 M
B. Pembahasan
Percobaan
pembuatan
dan pengenceran larutan asam klorida percobaan ini untuk mengetahui bagaimana
cara pembuatan dan penentuan konsentrasi larutan. Dalam praktikum ini kita
menggunakan beberapa bahan yaitu larutan asam klorida pekat, larutan natrium
hidroksida 0,1M, pellet natrium hidroksida, larutan asam klorida yang sudah
diketahui konsentrasinya yaitu sebesar 0,1M, kemudian indikator metil merah,
indikator phenophtlaein , dan akudes.
Percobaan yang pertama adalah pembuatan dan pengenceran larutan HCl yang
bertujuan untuk mendapatkan
konsentrasi larutan lebih rendah dari konsentrasi semula. HCl pekat
diambil sebanyak 4,15 mL diambil
dengan gelas ukur kemudian dimasukkan dalam labu takar beri akuades 20-25ml
masih dilakukan didalam lemari asam. Kemudian diencerkan dengan menambahkan air murni (akuades) sampai batas tutup
labu takar kocok hingga homogen. Dari
pengenceran ini akan kita dapatkan HCl encer yang tentunya dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Dengan demikian data yang kami peroleh dari hasil percobaan
sesuai dengan tujuan pengenceran. Molaritas HCl pekat adalah 12,0630 mol/L, molaritas larutan
A adalah 1,0 M mol/L, dan molaritas larutan B adalah 0,2 M Dapat kita lihat, Molaritas HCl pekat
lebih tinggi daripada molaritas larutan A dan larutan B. Begitu pula molaritas
larutan A lebih tinggi daripada molaritas larutan B. Hal ini menunjukan
bahwa pembuatan larutan dan dimaksudkan untuk mengencerkan larutan tersebut
saya rasa sudah terlihat jelas.
Hal ini dapat terlihat pada hasil perhitungan molaritas dalam hal ini
satuan konsentrasi yang dipakai adalah moralitas. Terlihat bahwa terjadi
perbedaan yang jelas dari data yang ada dengan data perhitungan setelah kami
melakukan percobaan. Konsentrasi larutan HCl pekat lebih tinggi dibandingkan
dengan konsentrasi dari larutan HCl yang sudah m,engalami pengenceran. Kami
telah melakukan pengenceran untuk melakukan pengenceran larutan. setelah ini
kami akan melakukan titrasi dari larutan yang sudah kita encerkan lagi dengan
penitran yang sesuai.
Penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titrasi suatu larutan konsentrasinya sudah diketahui maka larutan tersebut adalah larutan
standar. Larutan standar terbagi menjadi dua yaitu larutan standar primer dan
larutan standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya relatif tetap
dibandingkan dengan konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut
dibuat. Larutan standar sekunder konsentrasinya sering mengalami perubahan
dibanding konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan tersebut dibuat.
Standarisasi adalah penentuan konsentrasi eksak dari larutan standar sekunder
dengan bantuan larutan standar primer.
Pada praktikum ini dilakukan titrasi HCl encer
dengan menggunakan titran NaOH dan indikator metil merah serta indikator
phenophtalein. Fungsi dari
pemberian indikator adalah untuk mengetahui titik ekivalen dari suatu proses
titrasi apakah sudah tercapai. Pada
titrasi HCl dengan menggunakan indikator metil merah terlihat bahwa adanya
perubahan warna ketika HCl ditetesi metil merah. Sebelum larutan ini dititrasi
larutan ini berwarna merah muda , lalu setelah dilakukan titrasi dengan
menggunakan NaOH terjadi perubahan warna yaitu menjadi warna kuning muda. Pada
titrasi ini rata-rata volume NaOH yang terpakai yaitu 3 mL sehingga didapat molaritasnya 0,03 mol/L.
Titrasi HCl dengan menggunakan indikator
phenophtalein terlihat bahwa belum adanya perubahan warna ketika HCl ditetesi
phenophtalein karena indikator phenophtalein dalam larutan asam tidak berwarna.
Sebelum larutan ini dititrasi larutan ini tidak berwarna, lalu setelah
dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH terjadi perubahan warna yaitu menjadi
warna merah muda. Perubahan warna ini pengaruh dari phenophtalein sebagai
penujuk bahwa suasana larutan yang awalnya asam berubah menjadi basa setelah
adanya penambahan NaOH. Pada titrasi ini rata-rata volume NaOH yang terpakai
yaitu 3,4 mL sehingga didapat
molaritasnya 0,034 mol/L.
Data pada titrasi pertama volume NaOH secara garis
besar, telah dilakukan dengan benar. Baik menggunakan indikator metil merah
maupun indikator phenophtalein. Prosedur diatas menggunakan reaksi
kuantitatif yang mengacu pada reaksi asam – basa.
Pembuatan larutan natrium hidroksida untuk membuat konsentrasi larutan lebih rendah dari
konsentrasi semula maka dilakukan pengenceran larutan tersebut. Pelet
natrium hidroksida di timbang sebanyak 0,4gram menggunakan kaca arloji pada
neraca analitik, kemudian pindahkan ke gelas beker yang telah berisi akuades
20-25 ml aduk dengan menggunakan batang
pengaduk add homogen. Kemudian pindahkan dalam labu takar 50ml tambahkan
akuades sampai tanda batas lalu kocok dan jadilah larutan C.
Pelet natrium hidroksida dilarutkan dan diencerkan dengan menambahkan air murni (akuades)
sampai batas yang ditentukan
tujuannya untuk menurunkan konsentrasi NaOH. Dari pengenceran ini akan kita
dapatkan NaOH yang tentunya dengan konsentrasi yang lebih rendah. Dengan
demikian data yang kami peroleh dari hasil percobaan ini sesuai pula dengan
tujuan pengenceran. Molaritas NaOH (larutan C) adalah 0,2 mol/L.
Kemudian setelah didapat larutan C diambil lagi sebanyak 25mL pindahkan kedalam
labu takar 100ml diberi akuades hingga tanda baca. Tutup labu takar kocok
larutan C dan akuades tadi sampai homogeny, dan setelah melakukan pengenceran
didapatkan molaritas NaOH (larutan D) adalah 0,05 mol/L.
Dapat kita lihat dari data tersebut, molaritas larutan C lebih tinggi daripada
molaritas larutan D.
Dalam pembuatan larutan
dengan melarutkan zat dalam bentuk padatan
harus memilik ketelitian dan kesabaran sendiri. Hal ini tergantung pada
asisten masing-masing. Pada penentuan titik ekivalen sudah dibantu oleh
indicator karena indikator penentu titik ekivalen. Tetapi dalam menentukan
titik ekivalen masing-masing orang tidak sama dalam presepsi warna akhir. Maka
dari itu diperlukan kerjasama yang kompak dari praktikan dan asisten.
Penentuan konsentrasi larutan natrium hidroksida melalui titrasi pada praktikum ini dilakukan titrasi NaOH dengan
menggunakan HCl sebagai titran dan titrasi HCl dengan menggunakan NaOH sebagai
titran. Pada titrasi NaOH dengan menggunakan larutan HCl sebagai titran, NaOH
dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran. Diambil
sejumlah 10ml larutan D kedalam Erlenmeyer dan beri beberpa tetes indikator
metal merah. Titrasi dengan hati-hati dilihat dengan seksama jika terjadi
perubahan warna konstan hentikan praktikum. Ditambahkanya indikator
yang berfungsi sebagai penunjuk titik akhir dalam titrasi. Indikator yang
digunakan pada percobaan ini yaitu metil merah Pada titrasi ini terjadi
perubahan warna yaitu dari kuning menjadi merah muda. Lakukan pratikum
sebanyak duplo hasil volume titran yang terpakai dihitung rata-ratanya.
Jika suatu larutan konsentrasinya sudah diketahui maka larutan tersebut adalah
larutan standar. Larutan standar terbagi menjadi dua yaitu larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya
relatif tetap dibandingkan dengan konsentrasi awal pada saat pertama kali
larutan tersebut dibuat. Larutan standar sekunder konsentrasinya sering
mengalami perubahan dibanding konsentrasi awal pada saat pertama kali larutan
tersebut dibuat.
Percobaan selanjutnya adalah titasi larutan HCl yang
sudah diketahui konsebtrasinya 0,1 M dengan larutan D alias larutan natrium
hidroksida yang sudah di encerkan tadi. Masukkan larutan D kedalam buret yang
bersih dan sudah dibilas dengan larutan D. Ambil 10ml HCl 0,1M kedalam
Erlenmeyer kemudian tambahkan indikator metal merah. Lakukan titrasi dengan
hati-hati dan dilihat perubahan warna yang terjadi. Hentikan titrasi jika warna
berubah konstan dan lakukan titrasi ini sebanyak 2 kali dan nanti di hitung
rata-ratanya.Pada titrasi larutan
HCl dengan menggunakan NaOH sebagai titran, larutan HCl dititrasi dengan
larutan NaOH sebagai titran. Ditambahkan indikator yang berfungsi sebagai
penunjuk titik akhir dalam titrasi atau tercapainya titik ekivalen dalam
percobaan yang dilakukan dengan cara penitrasian. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna yaitu dari merah muda menjadi kuning.
VI. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1.
Larutan
adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut atau solven.
2.
Untuk
membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengenceran zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan dan
mengencerkan suatu larutan pekat. Salah satu cara menurunkan konsentrasi suatu
larutan adalah dengan cara pengenceran.
3.
Dalam
proses titrasi diperlukan adanya indikator sebagai penunjuk akhir suatu proses
titras atau sebagai penunujuk tercapainya titik ekuivalen. Dalam
percobaan ini digunakan dua indikator
yaitu phenophtalein dan metil
merah.
4.
Dari data perhitungan konsentrasi dari Larutan A
adalah = 1,0 M dan untuk larutan B
sebanyak = 0,2 M, kemudian konsentrasi larutan C 0,2 M , dan konsentrasi
dari larutan D sebesar 0,05 M.
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, C.W. 1984.
Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta.
Keenan,
C.W. 1989. Kimia Universitas
Edisi ke-6. Erlangga: Jakarta.
Kusumaningsih,T.,Pranoto,dan
R.Suryoso.2006.Pembuatan Bahan Bakar Biodisel dari Minyak Jarak; Pengaruh Suhu dan
Konsentrasi KOH pada Reaksi Transesterifikasi
Berbasis Katalis Basa.Bioteknologi,3(1):20-26.
http:// biosains.mipa.uns.ac.id/C/C0301/C030104.pdf.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2013.
Lesdantina. 2009. Pemurnian NaCl
Dengan Menggunakan Natrium Karbonat.
UNDIP: Yogyakarta.
UNDIP: Yogyakarta.
Oktoby,D.W. 2001. Prinsip-Prinsip
Kimia Modern .Erlangga:
Jakarta.
Petrucci,R.H. 1987. Kimia Dasar Jilid
2. Erlangga: Jakarta.
Syukri,S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB:
Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar